SwaraBengkulu.com – Memasuki hutan Desa Lemo Nakai, kita akan disuguhi keindahan alam yang mempesona. Hutan desa yang terletak di Desa Batu Raja Rejang Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten Bengkulu Utara ini, telah mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Desa dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2017 lalu pada kawasan hutan seluas 1.000 ha.

Di dalam areal Hutan Desa  terdapat potensi jasa lingkungan berupa adanya air terjun  yang dalam Bahasa Rejang disebut Nakai yang berarti sumber mata air. Airnya bersih dengan memiliki nilai pH 7. Dalam hutan desa ini, kaya akan biodiversity, seperti fauna dan flora, dan masih banyak pohon-pohon besar yang diameternya di atas 40 cm.

Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mendorong publik untuk terlibat mendukung Hutan Desa Lemo Nakai ini melalui program Pohon Asuh. “Saat ini sudah ada 94 pohon yang diasuh, publik masih bisa terus terlibat untuk mengasuh pohon di hutan desa ini. masih ada 200 pohon yang sudah ditagging atau diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam website dan bisa dipilih untuk diasuh,” kata Emmy Primadona Koordinator Program KKI Warsi.

Disebutkannya, pohon asuh adalah upaya untuk mendukung perekonomian masyarakat Batu Raja Rejang, karena hasil adopsi pohon ini pengelolaannya langsung kepada masyarakat. program pohon asuh merupakan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan yang sudah diberikan hak pengelolaannya kepada masyarakat.

Untuk mendukung pengembangan hutan desa ini, Warsi juga mendorong masyarakat untuk mengenali potensi yang ada di hutan desa mereka. termasuk pengenalan biodiversity dan kandungan cadangan karbon yang tersimpan di dalam hutan ini. untuk mengenali potensi ini, Warsi mengadakan pelatihan  Survei Keanekaragaman Hayati dan Penghitungan Cadangan Karbon kepada LPHD Lemo Nakai selama 3 hari 18-20 Oktober 2022 di Desa Batu Raja Rejang. Peserta terdiri dari penyuluh KPHL Bukit Daun dan anggota LPHD Lemo Nakai.

“Skema imbal jasa karbon, merupakan salah satu peluang yang bisa di raih oleh masyarakat yang mengelola hutan. untuk sampai pada tahap menjadikannya sumber ekonomi masyarakat tentu harus didahului dengan pemberian pemahaman kepada masyarakat, potensi yang dimiliki hutan mereka dan juga berapa kandungannya, bagaimana mengelolanya dan bagaimana menjadikannya sebagai imbal jasa lingkungan,” kata Emmy.

Untuk itu menurutnya masyarakat perlu adanya pemahaman tentang perubahan iklim global dan sharing pembelajaran membangun community REDD+ atau penurunan deforestasi dan degradasi hutan oleh masyarakat” dan kebijakan pemerintah Indonesia terkait ini. “Ini yang kita sampaikan ke masyarakat, supaya juga bersiap untuk menangkap peluang ini,” kata Emmy.

Kemampuan hutan menyimpan karbon itu bisa mendatangkan pendapatan untuk masyarakat. Maka masyarakat penting untuk tau berapa kandungan karbon di hutan mereka, paham cara menghitungnya, sehingga potensi dan peluang yang bisa diambil masyarakat ini terinternalisasi dengan baik. “Kita memberikan pelatihan teknik pengukuran cadangan karbon,” kata Emmy.

Teknik pengukuran ini juga disejalankan dengan pengenalan keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam hutan, beserta jenis-jenisnya karbon yang disimpannya. Dengan mengetahui potensi, dan cara meraih manfaat dari potensi ini, akan semakin meningkatkan kecintaan masyarakat dengan hutannya.

“Kami baru tau  kalau karbon itu  ado di pohon, ada di serasah dan di tanah. Kalau ini bisa kita kelola, sesuai dengan regulasi pemerintah, tentu ini peluang bagi masyarakat, bagi kami yang menjaga hutan kami tetap lestari hingga kini,” kata Renaldi Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Lemo Nakai.

Dikatakannya pelatihan yang diberikan membawa pengetahuan baru bagi masyarakat, dan semakin meningkatkan semangat untuk mengelola hutan dengan baik.  “Selama ini melalui Kelompok sadar wisata (Pokdarwis,-red), kami sudah mengelola potensi objek wisata air terjun, baik yang berada di dalam hutan desa maupun di luar hutan desa namun sungainya tetap mengalir dari hutan desa. Ke depan peluang-peluang untuk mendatangkan pendapatan ke masyarakat ini yang kami harapkan terus berkembang dan mendapat perhatian dari semua pihak,” kata Renaldi.

Tidak hanya itu kata Renaldi, Hutan Desa yang mereka kelola juga menghasilkan hasil hutan bukan kayu lainnya seperti bambu, rotan, kopi, gambir, jengkol, durian dan lainnya. “Semoga ke depan pendapatan masyarakat desa terus meningkat, sehingga hutan kami tetap terpelihara, yang  manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat di manapun berada melalui udara  dan air bersih yang dihasilkan hutan kami,” katanya.