Sekretaris Jendral (Sekjen) Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI), KH. Suaib Tahir, Lc. Ph.D

Jakarta, Swarabengkulu.com – Rabu tanggal 7 Desember 2022 sekira pukul 08.20 merupakan hari yang kelabu masyarakat Indonesia, sebuah bom bunuh diri sengaja diledakkan di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat oleh seorang teroris dengan dalih melakukan perlawanan terhadap kaum kafir untuk mendapatkan mati Syahid. Bom bunuh diri yang menyebabkan tewasnya seorang pelaku bernama Agus Sujatno alias Agus Muslim tidak hanya pelaku yang tewas tapi seorang anggota Polisi juga wafat, 7 lainya luka-luka dalam peristiwa tersebut. Ditelaah dari sudut pandang agama, benarkah pelaku bom bunuh diri mendapatkan mati syahid ? Berikut ulasan Sekretaris Jendral (Sekjen) Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI), KH. Suaib Tahir, Lc. Ph.D

“Pertama-tama saya pribadi dan atas nama DDI mengutuk secara keras aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh seorang teroris di Polsek Astana Anyar, Bandung. Prilaku tersebut merupakan tindakan terkutuk dan tidak ada dalam ajaran agama sehingga aksi bom bunuh diri tersebut bukan bagian dari Istishadiyah atau amalan jihad”. Ungkap KH. Suaib Tahir, Ph.D melalui pesan yang diterima oleh islamkaffah.id pada Kamis, (08/12/2022).

Harakah Istishadiyah dan Intihariyah

Dalam penjelasanya Kiai Sueb mengatakan bahwa Harakah Istishadiah dan harakah Intihariyah adalah dua istilah yang mirip dan hampir sama makna dan tujuannya. Namun, konteksnya berbeda. Sebagian ulama menganggap bahwa harakah istishadiyah dibolehkan sementara harakah intihariyah tidak dibolehkan. Menurut sebagian pihak menganggap bahwa harakah intihariyah adalah istilah yang digunakan oleh kelompok dan media anti Islam agar umat Islam sepakat bahwa harakah intihariyah adalah sesuatu yang haram hukumnya karena jika menggunakan kata harakah istishadiyah sulit untuk menetapkan hukumnya bahkan cenderung dibenarkan dalam agama dengan berbagai dalil.

Aksi bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang terhadap musuh seperti yang dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi musuhnya, Israel, dianggap sebagai harakah istishadiyah atau aksi mati syahid. Mereka tidak ingin menggunakan harakah intihariyah karena itu akan membawa kepada pemahaman bahwa aksi tersebut diharamkan dalam agama karena bunuh diri jelas diharamkan.

Akan tetapi jika menganggap bahwa aksi tersebut adalah aksi mati syahid atau harakah istishadiyah, maka itu boleh-boleh saja. Dasarnya, sahabat-sahabat nabi juga dulu pernah melakukan hal itu ketika mereka dikepung oleh musuh dan sudah tidak ada tempat untuk mengamankan diri sehingga mereka masuk di tengah-tengah musuh dengan pedangnya untuk menunjukkan keberaniannya dan bersedia  mati demi membela agama.

Istilah ini memang sangat tipis perbedaannya dengan istilah harakah intihariyah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini. Kalangan teroris juga menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah harakah istishadiah bukan harakah intihariyah. Persoalannya kemudian jika pemahaman aksi bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini menjadi trend di kalangan anak-anak muda bahwa itu adalah harakah istishadiyah sementara konteksnya sangat berbeda.

Harakah istishadiyah bisa saja dilakukan jika dalam kondisi peperangan sebagaimana yang dialami oleh sahabat-sahabat Nabi saat dikepung oleh musuh. Akan tetapi, jika tidak dalam kondisi peperangan seperti saat ini apalagi di tengah-tengah umat Islam maka harakah istishadiyah tidak bisa ditolerir karena selain negara bukan dalam suasana perang, di samping itu mereka yang anggap musuh bukanlah musuh yang dianggap dalam Islam.

Indonesia Negara Damai

Musuh yang dianggap dalam Islam adalah mereka yang memerangi Islam sementara tidak ada bukti satupun yang bisa tunjukkan bahwa Indonesia adalah musuh Islam, bahkan justru sebaliknya Indonesia adalah negara Islam yang menjalankan sebagian besar hukumnya adalah hukum Islam khususnya yang terkait dengan ahwalul syahsiyah dan hukum-hukum lainnya. Jika Indonesia memberikan kebebasan dalam beragama dan melindungi segenap bangsanya dari berbagai ancaman keamanan, maka istilah istishadiyah atau intihariyah sama saja hukumnya artinya siapapun yang melakukan tindakan tersebut maka ia termasuk bunuh diri yang secara tegas diharamkan dalam agama.

Kemudian perang dalam ketentuan agama harus diumumkan oleh pemimpin dan semua pasukan harus mengikuti instruksi dan arahan pemimpin sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saat ingin mengirim pasukannya ke medan. Rasul memberikan beberapa instruksi yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pasukan yang ikut dalam perang itu. Jika kelompok teroris mengklaim bahwa mereka melakukan harakah istishadiyah melawan pemerintah dan aparatnya termasuk warga sipil, maka itu sungguh merupakan sebuah kekeliruan.

Pertama, orang-orang yang dianggap musuh adalah orang-orang Islam sendiri. Kedua, sekalipun non muslim mereka tidak sedang memerangi umat Islam. Ketiga, mereka melakukan aksi di wilayah damai bukan medan perang. Keempat, yang dijadikan sasaran adalah kelompok yang tak berdosa yang jelas-jelas dilarang dalam agama apalagi melibatkan anak anak dalam aksi bunuh diri dimaksud.

Beberapa sesat pikir dalam memahami harakah intihariyah ini menjadikan aksi mereka lebih sebagai tindakan yang dilarang dalam Islam. Oleh karena itu mengklaim harakah intihariyah atau aksi bunuh diri sebagai harakah istishadiyah seperti yang dilakukan oleh kelompok teroris saat ini adalah sebuah kekeliruan yang sangat nyata.