Dempo Xler

A. Urgensi Terma Peradaban

Secara umum, pengertian peradaban adalah bagian dari terciptanya pendidikan dan kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan berkemajuan.
Terma peradaban di awali dari akar kata Adab, yang berasal dari bahasa Arab rangkaian katanya terdiri dari Addaba – Yu’addibu – Ta’dib yang diartikan sebagai sebuah proses mendidik, terdidik atau melakukan pendidikan.
Sedangkan harfiahnya kata adab merujuk pada pengertian akhlak, tata cara yang baik atau kesopanan dan budi pekerti. (Kamus Bahasa Arab-red).

Peradaban adalah kumpulan identitas terluas dari seluruh hasil kreasi produktif kehidupan manusia, yang meliputi aspek pembangunan fisik (Infrastruktur) dan non fisik (Mentalitas dan nilai budi) termasuk di dalamnya seni budaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Semua unsur tersebut dapat teridentifikasi secara obyektif dan tertransformatif serta terakses luas dan umum. Contohnya, jenis bahasa yang beragam, hikayat yang menjadi kebanggaan, keyakinan beragama, kebiasaan dan ciri khas perekat kebaikan hidup, ataupun paradigma subjektif yang teridentifikasi. Selain itu, istilah peradaban sering digunakan untuk menunjukan tentang pandangan mendasar atas kehendak perkembangan kebudayaan manusia yang berlandaskan unsur dan bentuk kebiasaan yang halus, indah, sopan dan luhur. Hal tersebut di atas, menjadi tanda bahwa masyarakat tersebut telah memiliki sebuah peradaban yang lebih baik dari sebelumnya.

Dalam pandangan risalah Islam, misi kerasulan adalah sebuah pekerjaan mulia dalam membawa dan menghadapkan diri manusia pada ketundukan atas ke-Esa-an Allah.
Hal ini dimaksudkan agar tercipta tatanan hidup yang teratur dan berkemajuan sesuai dengan tuntunan ketuhanan dan kebutuhan ke-duniaan yang diciptakan.
Modus operandi penghambaan kepada Tuhan tersebut adalah dengan diturunkannya utusan kepada seluruh manusia dalam upaya melakukan kesejahteraan terstruktur dan memberikannya maklumat berupa wahyu (nyata maupun maya) agar memiliki kesadaran dan pengakuan dalam hidup manusia bahwa hanya kepada Tuhan yang Esa saja manusia harus patuh, bersyukur dan kembali dengan lapang hati.

Karenanya, kepercayaan manusia, kepada ke-Esa-an Tuhan yang menjadikan segala sesuatunya dimuka bumi ini, haruslah difahami sebagai sebuah misi pengabdian hidup yang sempurna dan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kemaslahatan bersama.
Sebagai contoh utama, dapat kita lihat dari Kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah saw yang telah menjadi rule model kesempurnaan risalah kenabian serta keteraturan kehidupan umat dan semesta alam dalam konteks agama. Karenanya, Nabi Muhammad mengatakan, untuk membangun peradaban manusia dalam suatu bangsa dan hamparan seluruh dunia, dibutuhkan kepercayaan yang tunggal dan Ilmu yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia sebagai tonggak utama mendirikan kesempurnaan peradaban tersebut. (Risalah Nabawiyah).

Tanpa pengakuan ke-Esa-an Tuhan dan ilmu yang bermanfaat, manusia yang hidup dalam suatu bangsa tidak akan menghasilkan pengetahuan yang akan menunjukkan mereka pada perubahan dan kebaikan, dan tidak akan mampu mengubah hamparan wajah dunia menjadi tempat hidup bersama yang semestinya sebagai besarnya sebuah berkah dari Allah. Manusia akan berbalik dan menjadi buta terhadap keadaan hidup di dunia, bukan hanya melupakan penciptanya dalam kata dan sabda tetapi hilangnya kepedulian serta pengabdian yang sesungguhnya terhadap sesama.
Karena itu, untuk memulai misi mulia tersebut, maka Rasulullah telah mengisyaratkan dalam sabdanya, “Sesungguhnya, tidaklah aku diutus ke muka bumi ini, selain untuk merubah (hakikinya, memberikan dan menjadikan contoh) terhadap akhlak yang mulia” (Al-Hadist).
Lalu nabi Muhammad melakukan totalitas pengabdiannya untuk umat dengan sandaran kepatuhan kepada Allah semata. Hasilnya, melalui kehendak Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusannya mampu menjadikan Islam dan peradaban umat manusia dapat dinikmati tanpa terkecuali sampai dengan hari ini.

Beberapa dekade berikutnya, seorang ulama besar juga telah membahas tentang pentingnya sebuah Peradaban Emas agar tercipta struktur hidup kemanusiaan yang lebih baik. Dia adalah Ibnu Khaldun yang hidup di abad 14 menuju 15.
Dia merepresentasikan bahwa setiap orang harus memberangkatkan dirinya dalam berbuat dan memberikan karya berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi ilahiyah dalam segala sektor dan menjadikan hamparan dunia sebagai pelengkap utama kemajuan peradaban tersebut. Ini berarti, bahwa peradaban manusia di dunia memang telah kabarkan dan sebar luaskan untuk membentuk masyarakat maju yang berketuhanan, berbudi luhur dan berprikemanusiaan.

Tidak akan tercapai kemajuan peradaban suatu bangsa dan tidak akan mampu menjadi khalifah dimuka bumi dan mengelola sumber utama pemberian Tuhan di alam semesta, jika manusia tidak memulainya dengan ketundukan dan kepasrahan terhadap Dia yang Esa. Serta tidak akan terbangun kebaikan bersama dalam rangka mensyukuri nikmat Allah yang besar ini jika tidak memiliki moralitas akhlak dalam baiknya tatanan perilaku yang saling menghormati dan mengayomi satu dengan yang lainnya sebagai sesama hamba.
Itu berarti bahwa, etika hidup yang di dasari dengan akhlak mulia atas dasar sesama makhluk Allah, merupakan panji yang tidak bisa dihilangkan bahkan harus ditegaskan di tengah masyarakat sebagai perisai kebersamaan tanpa terkecuali dan tanpa meminta kompromi.

Menjadi masyarakat bangsa, berarti menjadi satu kesatuan warga negara dan ia tidak bisa dilepaskan dari ikatan kesatuan yang secara sadar harus memahami betul multikulturallitas yang ada dari banyaknya perbedaan warna, kulit, bahasa, ras dan agama yang mendiaminya.
Menata tatanan keteraturan Indonesia (makro kosmos) sebagai sebuah peradaban, memang harus dimulai dari tatanan daerah asalnya (mikro kosmos) sebagai sumber awal dari inspirasi sebuah keinginan munculnya kekuatan peradaban.

Bengkulu sebagai salah satu propinsi yang akan memulai narasi dan pekerjaan peradaban itu, telah melihat melalui data dan fakta bahwa begitu besarnya potensi manusia dan sumber daya yang dapat di kelola dan dikembangkan sebagai modal peradaban masyarakat bangsa. Tidak ada yang kurang dari propinsi ini, apapun ada dan semuanya tersedia dengan cukup lengkap. (Data lihat lampiran tabel).
Bahkan jika di bandingkan dengan propinsi lain, kalkulasi angkanya dalam memproduksi kekayaan alam dan pembangunan dapat melebihi standarisasi kapasitas propinsi lain. Apalagi merujuk pada sumber daya manusia yang ada, ilmuwan, peneliti, teknokrat, akademisi bahkan pegiat pemberdayaan dan sufforting star kepegawaian pemerintahan, telah melebihi batas maksimal sebagai manusia yang berdaya guna dan berbasis kerja.
Dari sini, untuk melangkah mewujudkan kemajuan dalam rangka membangun peradaban, dibutuhkan peningkatan keteraturan tata kelola pemerintahan dan masyarakat yang mutakhir, tersusun, efisien dan produktif serta keseimbangan kerjasama administratif yang memudahkan setiap elemen pemerintahan terkait dan masyarakat yang menjadi sandaran kemandirian hidup.

Membangun sebuah pekerjaan besar dalam rangka mewujudkan kebangkitan sebuah peradaban, kepercayaan dari sekelompok kecil saja tidaklah cukup untuk mencapai itu. Energinya akan sangat terbatas, sebarannya pun masih terlalu jauh dan belum menjadikannya misi kekuatan sentrum kebersamaan dalam membentuk kemajuan.
Karenanya, konsepsi peradaban membutuhkan terbuka derasnya arus sentrum pergerakan yang lebih besar dan terbuka luas, seperti besarnya gelombang laut yang menjadikan tsunami dengan di dorong oleh persatuan masyarakat yang kuat, kebutuhan komprehensif yang menjadi perekat dan prioritas kemajuan pembangunan yang dapat terlihat secara langsung di mata masyarakat.

B. Defenisi dan arti Partisipasi Politik

Kontemplasi panjang dalam sebuah perjuangan peradaban untuk bangsa, telah membuat Bung Karno berpikir panjang tentang kelahiran sebuah bangsa. Akhirnya Bung Karno sebagai ikon dan aktor pejuang kemerdekaan, tokoh Proklamator dan Founding Father, menemukan ide dalam membangun bangsa yang berperadaban.
Daoed Joesoef alumnus Universitas Pluridisciplinaires Phantheon Sorbonne, dalam artikelnya di Harian Kompas, Dasar Pembentukan Bangsa, Sabtu, 11 Desember 2010, menyebutkan bahwa, ide utama Bung Karno tentang pembentukan bangsa yang berperadaban, di paparkan filosof Ernest Renan di Amphitheatre Sorbonne, 11 Maret 1882 pukul 14.00.
Paparan ilmiah itu berjudul, “Qu’est qu’une nation?” (Apakah yang dimaksud dengan bangsa?). Inti jawaban pertanyaan itu adalah La nation c’est la volonte d’etre ensemble (bangsa adalah tekad untuk hidup bersama).

Tekad untuk hidup bersama dan mengikatnya secara utuh dalam kehidupan sosial adalah membuka jalan secara gamblang agar terbukanya hati untuk merubah diri dan mensyukuri apa yang telah dimiliki. Lalu secara prinsip, sebuah perubahan dapat dilakukan secara perlahan tapi pasti dengan menghadirkan sumber panasnya kehidupan mandiri sebuah peradaban bangsa yakni mendatangkan api atau cahaya yang nantinya mampu membakar dan mengurai jiwa yang telah terbekukan oleh tekanan keadaan yang memang di desain jauh untuk terlenakan akan pentingnya sebuah perubahan. Dengan demikian, api atau cahaya tersebut akan menjadi proses pencerahan teoritik yang mencerdaskan dan proses pembersihan aplikatif yang membanggakan.

Merebut sebuah peradaban adalah keniscayaan, karena peradaban itu sendiri adalah kebutuhan yang harus dilakukan dan diperjuangkan. Karenanya, perjuangan dalam merebut Peradaban Indonesia Emas bermaksud pada tujuan untuk menempatkan kembali kesadaran dalam membangun kesejahteraan hidup yang bermoral dengan menguatkan tatanan perilaku masyarakat yang berilmu dan berakal budi dan memiliki tekad yang kuat untuk mengangkat potensi kemandirian dengan warna pembangunan yang sesuai dengan dasar hidup masyarakat dan kebutuhan kemajuan zaman.

“Any activity ‘intended to affect the workings and outcomes in the political system’ (Goel and Horton Smith 1980: 76).
Aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mempengaruhi cara kerja dan dampak/konsekuensi-konsekuensi dalam sebuah sistem politik (Goel and Horton Smith 1980: 76).

Partisipasi politik dalam membentuk Peradaban Indonesia Emas, membutuhkan kanal-kanal komunikasi masyarakat yang mampu menangkap gambaran situasi daerahnya, bangsanya, kepemimpinannya dan keterwakilannya kepada pihak-pihak yang akan dituju dalam menyampaikan pesan-pesan tersebut.
Partisipasi ini, dapat dilakukan secara menyeluruh oleh masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran akan kecintaan terhadap negeri yang di naungi dan selalu belajar untuk memperbesar diri dan mengikatnya menjadi keutuhan kesatuan kebersamaan.
Dalam berpartisipasi, mereka harus mampu menilai dan mengambil sikap terhadap situasi tersebut dan memahami efek dari partisipasi itu untuk kemudian mempertimbangkan langkah-langkah aksi selanjutnya demi tertatanya kehendak secara menyeluruh.

Pada partisipasi ini, masyarakat menjadi sebuah perisai gerakan utama dalam menyampaikan pesan-pesan yang mendasar dan sangat dibutuhkan secara berkelanjutan, untuk hidup dan masa depan mereka. Mereka tampil dalam menguasai keadaan perubahan yang diinginkan dalam ukuran dan uji kelayakan yang akurat dan menampilkan loyalitas mereka untuk sebuah perubahan yang signifikan bagi daerah, bangsa dan negaranya.
Partisipasi seperti ini akan sangat menentukan hak-hak politik dan kewajiban kreatif yang wajib di dapatkan melalui orang-orang yang akan menjadi penerus kepemimpinan atau orang-orang yang menjadi keterwakilan mereka pada ranah kekuasaan negara dan kekuatan membangun kesejahteraan bersama.
Semoga, Bengkulu sebagai sebuah propinsi yang berpotensi besar untuk peradaban itu, akan menjadi contoh dan membawa Nusantara Maju di tahun 2030.

Penulis,
Dempo Xler, S. IP, M. AP.
Ketua Komisi I DPRD Propinsi Bengkulu

Dalam Sentuhan Karya:
“Merebut Peradaban Indonesia Emas, Nusantara Maju 2030”